
Oleh: M. Fakih Ma’arif
Jurnalistik identik dengan berbagai media yang digunakan, mulai dari fotografi, infografik, dan berbagai alat lain untuk menyampaikan informasi. Kali ini CICIL bekerjasama dengan HIMAFO (Himpunan Mahasiswa Fotografi) Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dalam mengadakan Kelas CICIL (Kecil) yang menghadirkan pembicara Iwan Setiawan, seorang Jurnalis dan Photo Editor pada surat kabar Harian Kompas (26/8).
Fotografi di Indonesia mulai diminati setelah tahun 1998, karena adanya beberapa peristiwa yang membutuhkan fotografer dan wartawan turun ke lapangan, khususnya peristiwa bersejarah pada saat itu. Sejak itulah, fotografi sangat dibutuhkan dan diminati hingga saat ini.
Menurut Iwan, ada beberapa tingkatan menjadi fotografer profesional, Yang pertama adalah fotografi paling dasar, yaitu pemotretan sekejap (snapshot) yang biasanya menggunakan gawai. Kedua, yaitu Advanced Amateur photography, yang tingkatannya berada di atas snapshot, karena menggunakan pengalaman (experimental) dan riset, biasanya dilakukan mahasiswa dalam sebuah komunitas atau hobi. Ketiga adalah Art Photography, dimana seorang fotografer sudah memiliki kepekaan dan pandai membuat konsep, serta ekspresi subjektif yang dihasilkan. Tingkatan selanjutnya yaitu Photojournalist, yang merupakan tingkatan setelah melewati ketiga tingkatan sebelumnya. Biasanya dalam tingkat ini kemampuan fotografinya akan digunakan untuk berita harian maupun straight news.
“Biasanya fotografer suka melihat televisi, siaran tentang explore alam, atau traveling. Adapun dalam kondisi menegangkan, saat orang lain menghindari, wartawan justru akan mendekatinya, seperti mengabadikan momen kebakaran, bencana alam, konflik dan kejadian menegangkan lainnya,” imbuhnya.
Dalam foto jurnalistik, lanjut Iwan, dikenal adanya metode EDFAT, yang awalnya diperkenalkan oleh seorang ahli fotografi dari Arizona State University. Metode ini menggambarkan bagaimana cara menghasilkan foto yang berkualitas, yang terdiri dari singkatan Entire (Keseluruhan), Detail (Perincian), Frame (Kerangka Foto), Angle (Sudut Pengambilan Gambar), dan Time (Waktu).
Di akhir kegiatan, Iwan menjelaskan etika jurnalistik dalam pemotretan di lapangan, seperti prinsip selagi di tempat umum, jika tidak ada larangan memotret, maka tak masalah. Dalam bertugas, seorang jurnalis tentu perlu mengikuti hukum UU Pers, seperti tidak mengganggu ketertiban umum, atau melanggar aturan.
“Jangan lupa belajar dari buku foto jurnalistik untuk memunculkan ide dalam mencari angle foto, karena jepretan adalah berita untuk khalayak,” pungkasnya.
Tidak ada komentar saat ini.